Gegap Gempita Tahun Baru Masehi



Waktu bergulir begitu cepat, berganti dengan tahun yang baru. Pergantian tahun baru sangat familiar di kalangan warga dunia. Terompet, kembang api, topi kerucut, huru-hara pesta pora perayaan di berbagai negara, serta ucapan “Selamat Tahun Baru” terdengar semarak dikumandangkan.

Jutaan bahkan milyaran orang merayakan pergantian tahun. Sangat disayangkan banyak diantara kaum muslim yang terjebak dalam arus perayaan itu. Mungkin karena kurangnya pemahaman dan budaya yang sekadar “ikut-ikutan” merasuk kedalam hati dan fikiran. Tanpa disadari kita telah masuk kedalam jurang syaithon.

Tak banyak yang mengetahui asal-usul dari perayaan tahun baru ini. Apa sebenarnya yang menjadi dasar adanya tahun baru? Apakah dengan merayakannya kita termasuk golongan kaum tersebut?

Allah Ta’ala berfirman :


وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabnya. (Surah Al-Israa : 36)

Sejarah Tahun Baru Masehi

Tahukah kamu? Bahwa Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.

Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini.

Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.

Perayaan tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun pada kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikan sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Dunia.

Menurut catatan Encarta Reference Library Premium 2005, orang yang pertama membuat penanggalan kalender Masehi adalah seorang kaisar Romawi yang terkenal bernama Gaisus Julius Caesar. Itu dibuat pada 45 SM, jika menggunakan standar tahun yang dihitung mundur dari kelahiran Yesus. Namun dalam perkembangannya, ada seorang pendeta Kristen bernama Dionisius yang kemudian memanfaatkan penemuan kalender Julius Caesar untuk diadopsi sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus Kristus.
Itulah sebabnya penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus Kristus diberi tanda AD (bahasa Latin: Anno Domini yang berarti in the year of our lord) alias Masehi. Sementara untuk jaman prasejarahnya disematkan BC (Before Christ) alias SM (Sebelum Masehi). Kemudian Pope (Paus) Gregory III memoles kalender yang sebelumnya dengan beberapa modifikasi dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem penanggalan yang harus digunakan oleh seluruh Eropa, bahkan kini seluruh negara di dunia dan berlaku umum bagi siapa saja.

Kalender Gregorian yang kita kenal sebagai kalender Masehi dibuat berdasarkan kelahiran Yesus Kristus dalam keyakinan Kristen: ”The Gregorian calendar is also called the Christian calendar because it uses the birth of Jesus Christ as a starting date”.
Demikian keterangan dalam Encarta Reference Library Premium 2005. Di jaman Romawi, pesta ulang tahun baru adalah untuk menghormati Dewa Janus (Dewa yang digambarkan bermuka dua). Kemudian perayaan ini terus dilestarikan dan menyebar ke Eropa pada abad permulaan Masehi.
Seiring muncul dan berkembangnya agama Kristen, akhirnya perayaan ini diwajibkan oleh para pemimpin gereja sebagai suatu perayaan “suci” satu paket dengan hari Natal. Itulah mengapa ucapan Natal dan Tahun baru dijadikan satu (Merry Christmas and Happy New Year).
TRADISI PERAYAAN BERKAITAN DENGAN KEAGAMAAN
Tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara berkaitan dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka yang tentu saja sangat bertentangan dengan agama Islam. 

BRAZIL


Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil.
ROMAWI KUNO

Orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang).
Menurut Mitologi Romawi, Dewa Janus adalah sesembahan kaum Pagan Romawi, pada peradaban sebelumnya tepatnya Negara Yunani telah disembah sosok yang sama bernama dewa Chronos. Kaum Pagan, atau dalam bahasa kita disebut kaum kafir penyembah berhala, hingga kini biasa memasukkan budaya mereka ke dalam budaya kaum lain, sehingga terkadang tanpa sadar kita mengikuti budaya mereka.

Sejarah pelestarian budaya Pagan (penyembahan berhala) sudah ada semenjak zaman Hermaic (3600 SM) di Yunani. Kaum Pagan sendiri biasa merayakan tahun baru mereka (atau Hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, dan bernyanyi bersama. Kaum Pagan di beberapa tempat di Eropa juga menandainya dengan memukul lonceng atau meniup terompet.

JERMAN

Menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh.


EROPA 

Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa , tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.


PERSIA

Bagi orang Persia yang beragama Majūsî (penyembah api), menjadikan tanggal 1 Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus. Penyebab mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari raya adalah, ketika Raja mereka, ‘Tumarat’ wafat, ia digantikan oleh seorang yang bernama ‘Jamsyad’, yang ketika dia naik tahta ia merubah namanya menjadi ‘Nairuz’ pada awal tahun. ‘Nairuz’ sendiri berarti tahun baru. Kaum Majūsî juga meyakini, bahwa pada tahun baru itulah, Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan tinggi.


AMERIKA


Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba futbol Amerika Rose Bowl dilangsungkan di California; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne. Di negara-negara lain perayaan begitu meriahnya, apakah di Indonesia seperti itu juga? yaa sama saja!

---------------------------------------

Kisah perayaan mereka ini direkam dan diceritakan oleh al-Imâm an-Nawawî dalam buku Nihâyatul ‘Arob dan al-Muqrizî dalam al-Khuthoth wats Tsâr

Di dalam perayaan itu, kaum Majūsî menyalakan api dan mengagungkannya karena mereka adalah penyembah api. Kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan khomr (minuman keras). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang yang tidak turut serta merayakan hari Nairuz ini, mereka siram dengan air bercampur kotoran. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.

Apa yang harus kita lakukan?

Dengan mengetahui asal-usul perayaan tersebut. Pastinya kita bisa menilai sikap apa yang harus dilakukan bagi setiap muslim.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَن تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.

Merujuk hadits diatas, bahwa kita jangan sampai ikut serta dalam perayaan tahun baru. Jika kita mengikutinya, meskipun hanya mengucapkan “selamat tahun baru” itu sama saja termasuk kedalam golongan mereka. Tanpa disadari kita telah mendukung atas perayaan-perayaannya.

Hadîts tentang larangan menyepakati perayaan kaum kuffâr banyak sekali. Diantaranya adalah :
عن أنس بن مالك – رضي الله عنه – قال: قدم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: ما هذان اليومان، قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية. فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم –: (إن الله قد أبدلكم بهما خيراً منهما، يوم الأضحى، ويوم الفطر)
Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ’anhu beliau berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alahi wa Sallam tiba di Madînah dan mereka memiliki dua hari yang mereka bermain-main di dalamnya. Lantas beliau bertanya, ”dua hari apa ini?”. Mereka menjawab, ”Hari dahulu kami bermain-main di masa jahiliyah.” Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam mengatakan : ”Sesungguhnya Allah telah menggantikan kedua hari itu dengan dua hari yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari Iedul Adhhâ dan Iedul Fithri.” [Shahîh riwayat Imâm Ahmad, Abū Dâwud, an-Nasâ`î dan al-Hâkim.]

Adapun âtsar sahabat dan ulama salaf dalam masalah ini, sangatlah banyak. 

’Abdullâh bin ’Amr radhiyallâhu ’anhumâ berkata :

من بنى ببلاد الأعاجم وصنع نيروزهم ومهرجانهم ، وتشبه بهم حتى يموت وهو كذلك حُشِر معهم يوم القيامة

”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kâfir, meramaikan peringatan hari raya nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].

Semoga tulisan ini menyadarkan kita, untuk lebih berhati-hati lagi dalam melakukan suatu perbuatan. Jangan sampai kita hanya sebagai “pengekor” budaya agama orang-orang kuffár, tanpa mengetahui asal-usul yang sebenarnya.

Setiap perbuatan didunia akan diminta pertanggungjawabnya di akhirat.

Semoga kita termasuk orang-orang yang berpegang teguh pada keimanan.

Aamiin yaa Rabbalálamiin.

والله أعلمُ بالـصـواب

Diolah dari berbagai sumber

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Cantik Flower Crown dan Tradisi “May Crowning of Marry"

Cantiknya Berhijab

Nenekku : Pengabdian Diujung Senja